Sabtu, 25 November 2017

JALAN - JALAN DI INDIA PART 1 : LUCKNOW

10 tahun lalu saya pernah bilang kalau tidak akan pernah pergi ke India. Keseringan nonton reality show The Amazing Race, saya berpikiran kalau India itu bau, jorok, kotor, macet, dan semrawut. Ditambah referensi film Slumdog Millionaire serta cerita miring lainnya tentang India, makin ogah  saja saya kesana. Masa mau liburan malah jadi stress. Makanya India tidak pernah masuk dalam bucketlist saya.

Sampai suatu ketika saya tidak sengaja nonton vlog-nya Sam Kolder tentang India.  Serasa tertampar, India ternyata luas bagaikan sebuah benua. Tidak bisa digeneralisasi satu tempat dengan tempat lainnya. India utara beda dengan India Selatan. Begitu juga India timur dan barat. India bukan hanya New Delhi dan Taj Mahal saja. Tapi masih ada Srinagar, Ladakh, Mumbai, Jaipur, Jodhpur, Kalkuta, dan Jesailmer.

Karena penasaran saya segera mencari teman jalan ke India namun sayangnya tawaran saya ditolak mentah-mentah. Ada yang lebih memilih ke Korea, ke Jepang, ke Eropa, dan ada juga yang malas ke India karena alasan klasik: katanya India bau, jorok, dan jelek. Duh. Akhirnya saya putuskan saja untuk solo traveling ke India karena India can't wait. Hehe.


ITINERARY DI INDIA


Biasanya orang yang pertama kali ke India mengunjungi destinasi "Golden Triangle". Terdiri dari New Delhi, Jaipur, dan Agra. Tapi sialnya saya tidak ketemu tiket pesawat murah tujuan New Delhi dan Jaipur. Sementara untuk Agra, hingga saat ini belum ada penerbangan internasional kesana.

Akhirnya saya kembali mengutak-atik skyscanner mencari alternatif kota lain asalkan dekat dengan Agra karena tujuan utama saya ke India ini adalah untuk mengunjungi Taj Mahal. Ketemulah tiket pesawat ke Lucknow yang harganya masih masuk akal di tanggal yang saya mau. Lalu untuk tiket kepulangan saya pilih lewat Jaipur karena paling murah.

Maka itinerary 5 hari solo traveling di India sebagai berikut:
  • Day 1 : Jakarta to Singapore (by plane), lalu Singapore to Lucknow (by plane), dan Lucknow to Agra (by sleeper train)
  • Day 2 : Agra City Tour (Fatehpursikri, Mehtab Bagh)
  • Day 3 : Agra City Tour (Taj Mahal, Baby Taj Mahal, Agra Fort), lalu Agra to Jaipur (by sleeper train)
  • Day 4 : Jaipur City Tour (Amber Fort, Jal Mahal, Hawa Mahal, City Palace, Nahargarh Fort)
  • Day 5 : Jaipur to Singapore (by plane) lalu Singapore to Jakarta (by plane)
Saya skip New Delhi karena waktunya tidak cukup dan memang saya kurang berminat kesana. Kalau pun ada waktu lebih saya akan lebih memilih mengunjungi padang pasir di Jesailmer atau kota serba biru di Jodhpur.


TIKET PESAWAT KE INDIA


Total saya menghabiskan IDR 3,050,000 untuk tiket pesawat ke India (4 penerbangan).
  • Tiket free seat Airasia Jakarta - Singapura (PP): IDR 700,000
  • Tiket Scoot Singapura - Lucknow: IDR 1,650,000
  • Tiket Scoot Jaipur - Singapura: IDR 1,700,000

AKOMODASI DI LUCKNOW


Saya tidak memesan akomodasi di Lucknow karena hanya beberapa jam saja berada disana. Pesawat saya mendarat di Lucknow sekitar pukul 8 malam lalu pukul 12 malamnya saya naik sleeper train menuju Agra. Lumayan bisa hemat ongkos penginapan 1 malam.


SINGAPURA KE LUCKNOW


Tiba di Chaudhary Charan Singh Airport, Lucknow, saya baru sadar kalau sepesawat tadi hanya ada 3 orang termasuk saya yang bukan orang India. Mungkin Lucknow ini memang bukan gerbang masuk populer turis mancanegara karena saat mengantri imigrasi, loket khusus antrian foreigner baru saja spesial dibuka karena kemunculan kami bertiga. 

Beres mendapatkan cap masuk India, saya langsung menuju pintu keluar mencari konter prepaid taksi. Karena hanya punya waktu beberapa jam saja di Lucknow, saya putuskan untuk mampir ke 1 tempat paling populer di Luknow, yaitu Bara Imambara, sebelum lanjut naik sleeper train ke Agra.

BARA IMAMBARA


Dari bandara menuju Bara Imambara hanya perlu waktu 30 menit. Apalagi jalanan di Lucknow cukup lenggang saat itu jadi cepat sampai. Cukup surprised mengingat saya selalu berpikiran kalau India bakalan macet dan semrawut. Tapi ternyata tidak semua kota seperti itu. Lucknow pengecualian.

Dalam perjalanan menuju Bara Imambara, terlihat banyak toko-toko dan ruko-ruko di pinggir. Sesekali saya melihat turis bule naik becak menikmati malam di kota Lucknow. Kalau dibanding-bandingkan, Lucknow mirip seperti kota-kota di Pantura.

Sayangnya saya tiba di Bara Imambara terlalu malam. Tempatnya sudah keburu tutup jadi saya tidak bisa masuk. Sedikit kecewa sih karena Bara Imambara yang dibangun tahun 1786-1791 ini merupakan destinasi no 1 yang wajib dikunjungi saat berada di Lucknow.

Alhasil, saya habiskan saja 1 jam duduk-duduk di taman persis di depan Bara Imambara yang surprisingly cukup bersih tidak banyak sampah. Padahal di taman tersebut banyak orang lokalnya yang nongkrong, duduk-duduk santai, atau berolah-raga.




LUCKNOW CHARBAGH RAILWAY STATION


Dari Bara Imambara saya lalu naik taksi menuju stasiun kereta Lucknow Charbagh. Dari luar sih arsitektur stasiun yang dibangun tahun 1923 ini lumayan keren. Tapi begitu masuk ke dalamnya saya langsung shock. Bukan karena keramaian dan kekisruhannya, tapi fakta kalau saya harus berbagi tempat di dalam stasiun bersama sapi, kerbau, anjing, dan tikus selama menunggu kereta datang. Yuck.

Entah darimana mereka datangnya, yang jelas mereka datang silih berganti dan berlarian di dalam stasiun kereta. Malah kotoran sapinya berceceran dimana-mana lagi. Seketika saya merasa "kotor" dan "jorok".

Menambah penderitaan di malam itu, kereta saya ke Agra ternyata harus delay 2 jam. Wah makin lama aja nih "disiksa" stasiun kereta Charbagh Lucknow". Welcome to India.

- BERSAMBUNG-



Jumat, 24 November 2017

Skydiving di Queenstown (New Zealand)



Sudah lama saya kepingin mencoba skydiving. Tapi karena harganya yang mahal, mungkin saya hanya sanggup melakukannya sekali seumur hidup. Makanya lokasi skydive pertama harus yang indah indah dan patut dikenang, karena tidak tahu kapan lagi akan skydiving.

Setelah browsing sana sini, ketemulah Queenstown di New Zealand. Tempat ini langsung mencuri perhatian saya dengan pemandangannya yang aduhai. Langit biru, pegunungan bersalju, plus bonus Danau Wakatipu. Sekalipun saya bukan orang yang berani-berani amat, tapi kalau view skydiving-nya seindah ini, langsung hilang deh rasa takut dan nerveous-nya.

 

Sebetulnya ada banyak spot skydiving di New Zealand seperti di Wanaka, Auckland, Franz Josef, atau Rotorua. Cuman yang paling komersil dan terkenal ya di Queenstown. Saking komersilnya saya sampai bela-belain booking dari 2 minggu sebelumnya supaya dapat slot skyjump pukul 11 siang. Bisa saja sih datang “Go Show” tapi tidak jaminan bisa skyjump di hari yang sama dan di jam yang diinginkan. Sementara saya kan kepinginnya skydiving di siang hari supaya dapat pemandangan paling maksimal (karena cahayanya paling berlimpah).

Setelah jadwal skyjump ter-booking, akhirnya tiba juga hari yang dinanti-nanti. Hari dimana saya akan melakukan skydiving. Entah mengapa di hari itu saya malah jadi gugup dan senewen. Tapi the show must go on. Setelah melakukan registrasi di kantor pusat NZone Skydiving, saya dan lima orang lainnya dijemput dengan Van menuju bandara kecil di luar Queenstown. Disana sudah menunggu pesawat imut-imut yang akan membawa kami di ketinggian 15,000 kaki. Di dalamnya kami duduk berbaris sesuai urutan terjun. Dan sialnya saya malah dapat giliran terjun pertama. Waks.

Grogi sih sudah pasti. Tapi disuguhi pemandangan indah di kanan kiri selama penerbangan, pikiran saya justru malah jadi tenang dan relax. Apalagi ketika pintu pesawat dibuka dan saya bisa melihat hamparan pegunungan Remarkables berselimut salju serta Danau Wakatipu tanpa dinding pembatas. Masih tertegun dengan pemandangan indah Queenstown dari atas, tandem master saya tiba-tiba mencolek saya dan memberi aba-aba untuk bersiap meloncat. Jujur saya belum siap mental saat itu. Sambil takut-takut saya mengambil posisi untuk terjun. Dan dalam hitungan ketiga kami pun terjun bersama dari ketinggian 15,000 kaki dengan kecepatan lebih dari 200 km/jam.



Rasanya jantung seperti ketinggalan di atas pesawat. Dan saking cepatnya kami freefall (terjun bebas), saya sampai tidak bisa mendengar suara kencang teriakan saya di detik-detik awat. Barulah setelah parasut kecil pertama terbuka dan kami terjun melambat, saya mulai bisa mendengar suara saya serta berkomunikasi dengan tandem master. Pemandangan saat itu benar-benar sangat indah.

Saya tidak begitu ingat berapa lama saya berada di udara karena dilarang membawa jam tangan atau benda-benda yang mudah lepas saat skydiving. Tapi yang saya ingat, ini adalah salah satu moment paling berkesan dan tidak terlupakan dalam hidup saya. Kalau disuruh skydiving lagi tentu saya akan dengan senang hati melakukannya lagi dan lagi. Tapi kali kedua nanti saya mau terjun bebas sambil salto. Hehe.

Instagram : @williamkellye



JALAN - JALAN DI SEOUL KOREA - PART 1

Kalau ditanya pilih Jepang atau Korea, saya pilih Jepang. Tapi kalau ditanya pilih Tokyo atau Seoul, jelas saya pilih Seoul! Saya bukan...