Minggu, 03 Desember 2017

TRANSIT DI KUALA LUMPUR - MALAYSIA

Pesawat Airasia yang saya tumpangi mendarat mulus di KLIA-2 pukul 6 pagi. Padahal pesawat lanjutan saya ke Jakarta baru akan berangkat sekitar pukul 1 siang. Artinya ada 7 jam lebih waktu transit di KLIA-2. Memang sih ada macam-macam toko di KLIA-2 buat cuci mata. Mulai dari toko fashion, toko souvenirbranded stores, aneka restoran, coffee shop, dan sebangsanya. Tapi bosan juga kalau hanya berdiam diri di KLIA-2 sampai siang.

Daripada mati gaya di bandara saya berpikir keras mau pergi kemana dalam waktu tanggung begini. Mau ke Kuala Lumpur tapi kok kejauhan. Naik bus saja perlu waktu 1 jam. Belum lagi ditambah waktu antrian imigrasi keluar & masuk yang tidak sebentar. Lagipula pagi-pagi begini masih banyak toko belum pada buka. Dan lagi hampir semua tempat touristy di Kuala Lumpur sudah pernah saya kunjungi semua. Jadi agak malas rasanya harus mengulang untuk kali kedua.

Di tengah kegalauan ini tercetuslah ide untuk jalan-jalan ke Putrajaya. Putrajaya merupakan sebuah kota administratif Malaysia seluas 5,000 hektar yang jaraknya 40 km dari Kuala Lumpur atau 30 km dari bandara KLIA-2. Karena baru dibangun tahun 1995, Putrajaya ini kotanya rapih dan teratur. Tidak tampak kabel listrik awut-awutan, tidak ada bangunan liar. Semua pembangunannya sudah dipikirkan dengan matang dan cermat.

Ada banyak sekali tempat menarik di Putrajaya, diantaranya:
  • Putrajaya Botanical Garden (taman botanical terbesar di Malaysia dengan luas 92 hektar dan koleksi 7,000 spesies tanaman)
  • Masjid Putra (mampu menampung hingga 15,000 jamaah)
  • Perdana Putra (Prime Minister's Office)
  • Astaka Morocco (bangunan bergaya Maroko yang dibangun atas kerjasama Pemerintah Malaysia dengan Pemerintah Maroko)
  • Dataran Putra (alun-alun tempat diadakan perayaan penting di Putrajaya, seperti parade kemerdekaan setiap bulan Agustus)
  • Palace of Justice (Istana Kehakiman)


DARI KLIA-2 KE PUTRAJAYA


Cara termudah menuju Putrajaya adalah dengan naik KLIA-Transit, lalu turun di stasiun Putrajaya. Harganya MYR 9.40 kalau berangkat dari KLIA-2 atau MYR 14,00 kalau dari KL Sentral. Tidak mahal-mahal amat. Lama perjalanan 18 menit dari KLIA-2 atau 20 menit dari KL Sentral. 

Setibanya di stasiun Putrajaya bisa langsung disambung naik Grab/taksi/bus umum menuju tempat wisata di Putrajaya. Karena keterbatasan waktu, saya hanya mengunjungi 3 tempat disana:

  1. Masjid Putra
  2. Perdana Putra (Prime Minister's Office)
  3. Astaka Morocco

MASJID PUTRA


Masjid Putra dibangun dengan arsitektur campuran antara Persia, Malaysia, dan Arab. Design minaret setinggi 116 m nya terinspirasi dari Masjid Syekh Omar di Baghdad dan dinding basemennya dibuat menyerupai Masjid King Hassan di Casablanca, Maroko. Dengan kubah ikoniknya yang bewarna pink, Masjid Putra ini sering dijadikan ikon dari Putrajaya dan juga gambar postcard.



PERDANA PUTRA (PRIME MINISTER'S OFFICE)


Siapa sangka bangunan unik 6 lantai dengan atap berbentuk bawang ini menjadi ruang kerja Perdana Mentri Malaysia. Kalau di Indonesia mungkin bisa disamakan seperti Istana Negara. Dibangun dari tahun 1997 hingga 1999, Perdana Putra ini kental akan arsitektur bergaya Islamic-Mogul. Letaknya persis di sebelah Masjid Putra dan dekat danau. Jadi biasanya Perdana Putra dan Masjid Putra dikunjungi bersamaan



ASTAKA MOROCCO


Salah satu bangunan "hidden gem" di Putrajaya karena keberadaan dan lokasinya belum banyak orang yang tahu. Sesuai namanya, Astaka Morocco ini didesain simetris di ke empat sisinya dengan detail dan ornamen khas Maroko. Sehingga membuat kita yang berkunjung kesana berasa sedang berada di Casablanca. Karena memang semirip itu. Kalau kesana jangan lupa mampir ke bagian tengahnya dimana terdapat sebuah air mancur spektakuler.




PUTRAJAYA KE KLIA-2


Setelah puas mengelilingi Astaka Morocco, saya lalu memesan Grab menuju Stasiun Putrajaya untuk kemudian naik kereta KLIA transit menuju KLIA-2. Total saya hanya memerlukan waktu sekitar 5 jam-an untuk perjalanan singkat di Putrajaya. Dari mulai mengantri keluar imigrasi, naik kereta KLIA transit menuju Putrajaya, lalu keliling Masjid Putra, Perdana Putra, dan Astaka Morocco, sampai balik lagi ke airport. Highly recommended lah kalau kebetulan sedang transit di KLIA minimal 6 jam. Daripada mati gaya di airport yakan?



Instagram : @williamkellye
https://www.instagram.com/williamkellye/

#Travel #Backpacking #Explore #Wanderlust #Destination #Williamkellye #KualaLumpur #Malaysia #Putrajaya

Sabtu, 25 November 2017

JALAN - JALAN DI INDIA PART 1 : LUCKNOW

10 tahun lalu saya pernah bilang kalau tidak akan pernah pergi ke India. Keseringan nonton reality show The Amazing Race, saya berpikiran kalau India itu bau, jorok, kotor, macet, dan semrawut. Ditambah referensi film Slumdog Millionaire serta cerita miring lainnya tentang India, makin ogah  saja saya kesana. Masa mau liburan malah jadi stress. Makanya India tidak pernah masuk dalam bucketlist saya.

Sampai suatu ketika saya tidak sengaja nonton vlog-nya Sam Kolder tentang India.  Serasa tertampar, India ternyata luas bagaikan sebuah benua. Tidak bisa digeneralisasi satu tempat dengan tempat lainnya. India utara beda dengan India Selatan. Begitu juga India timur dan barat. India bukan hanya New Delhi dan Taj Mahal saja. Tapi masih ada Srinagar, Ladakh, Mumbai, Jaipur, Jodhpur, Kalkuta, dan Jesailmer.

Karena penasaran saya segera mencari teman jalan ke India namun sayangnya tawaran saya ditolak mentah-mentah. Ada yang lebih memilih ke Korea, ke Jepang, ke Eropa, dan ada juga yang malas ke India karena alasan klasik: katanya India bau, jorok, dan jelek. Duh. Akhirnya saya putuskan saja untuk solo traveling ke India karena India can't wait. Hehe.


ITINERARY DI INDIA


Biasanya orang yang pertama kali ke India mengunjungi destinasi "Golden Triangle". Terdiri dari New Delhi, Jaipur, dan Agra. Tapi sialnya saya tidak ketemu tiket pesawat murah tujuan New Delhi dan Jaipur. Sementara untuk Agra, hingga saat ini belum ada penerbangan internasional kesana.

Akhirnya saya kembali mengutak-atik skyscanner mencari alternatif kota lain asalkan dekat dengan Agra karena tujuan utama saya ke India ini adalah untuk mengunjungi Taj Mahal. Ketemulah tiket pesawat ke Lucknow yang harganya masih masuk akal di tanggal yang saya mau. Lalu untuk tiket kepulangan saya pilih lewat Jaipur karena paling murah.

Maka itinerary 5 hari solo traveling di India sebagai berikut:
  • Day 1 : Jakarta to Singapore (by plane), lalu Singapore to Lucknow (by plane), dan Lucknow to Agra (by sleeper train)
  • Day 2 : Agra City Tour (Fatehpursikri, Mehtab Bagh)
  • Day 3 : Agra City Tour (Taj Mahal, Baby Taj Mahal, Agra Fort), lalu Agra to Jaipur (by sleeper train)
  • Day 4 : Jaipur City Tour (Amber Fort, Jal Mahal, Hawa Mahal, City Palace, Nahargarh Fort)
  • Day 5 : Jaipur to Singapore (by plane) lalu Singapore to Jakarta (by plane)
Saya skip New Delhi karena waktunya tidak cukup dan memang saya kurang berminat kesana. Kalau pun ada waktu lebih saya akan lebih memilih mengunjungi padang pasir di Jesailmer atau kota serba biru di Jodhpur.


TIKET PESAWAT KE INDIA


Total saya menghabiskan IDR 3,050,000 untuk tiket pesawat ke India (4 penerbangan).
  • Tiket free seat Airasia Jakarta - Singapura (PP): IDR 700,000
  • Tiket Scoot Singapura - Lucknow: IDR 1,650,000
  • Tiket Scoot Jaipur - Singapura: IDR 1,700,000

AKOMODASI DI LUCKNOW


Saya tidak memesan akomodasi di Lucknow karena hanya beberapa jam saja berada disana. Pesawat saya mendarat di Lucknow sekitar pukul 8 malam lalu pukul 12 malamnya saya naik sleeper train menuju Agra. Lumayan bisa hemat ongkos penginapan 1 malam.


SINGAPURA KE LUCKNOW


Tiba di Chaudhary Charan Singh Airport, Lucknow, saya baru sadar kalau sepesawat tadi hanya ada 3 orang termasuk saya yang bukan orang India. Mungkin Lucknow ini memang bukan gerbang masuk populer turis mancanegara karena saat mengantri imigrasi, loket khusus antrian foreigner baru saja spesial dibuka karena kemunculan kami bertiga. 

Beres mendapatkan cap masuk India, saya langsung menuju pintu keluar mencari konter prepaid taksi. Karena hanya punya waktu beberapa jam saja di Lucknow, saya putuskan untuk mampir ke 1 tempat paling populer di Luknow, yaitu Bara Imambara, sebelum lanjut naik sleeper train ke Agra.

BARA IMAMBARA


Dari bandara menuju Bara Imambara hanya perlu waktu 30 menit. Apalagi jalanan di Lucknow cukup lenggang saat itu jadi cepat sampai. Cukup surprised mengingat saya selalu berpikiran kalau India bakalan macet dan semrawut. Tapi ternyata tidak semua kota seperti itu. Lucknow pengecualian.

Dalam perjalanan menuju Bara Imambara, terlihat banyak toko-toko dan ruko-ruko di pinggir. Sesekali saya melihat turis bule naik becak menikmati malam di kota Lucknow. Kalau dibanding-bandingkan, Lucknow mirip seperti kota-kota di Pantura.

Sayangnya saya tiba di Bara Imambara terlalu malam. Tempatnya sudah keburu tutup jadi saya tidak bisa masuk. Sedikit kecewa sih karena Bara Imambara yang dibangun tahun 1786-1791 ini merupakan destinasi no 1 yang wajib dikunjungi saat berada di Lucknow.

Alhasil, saya habiskan saja 1 jam duduk-duduk di taman persis di depan Bara Imambara yang surprisingly cukup bersih tidak banyak sampah. Padahal di taman tersebut banyak orang lokalnya yang nongkrong, duduk-duduk santai, atau berolah-raga.




LUCKNOW CHARBAGH RAILWAY STATION


Dari Bara Imambara saya lalu naik taksi menuju stasiun kereta Lucknow Charbagh. Dari luar sih arsitektur stasiun yang dibangun tahun 1923 ini lumayan keren. Tapi begitu masuk ke dalamnya saya langsung shock. Bukan karena keramaian dan kekisruhannya, tapi fakta kalau saya harus berbagi tempat di dalam stasiun bersama sapi, kerbau, anjing, dan tikus selama menunggu kereta datang. Yuck.

Entah darimana mereka datangnya, yang jelas mereka datang silih berganti dan berlarian di dalam stasiun kereta. Malah kotoran sapinya berceceran dimana-mana lagi. Seketika saya merasa "kotor" dan "jorok".

Menambah penderitaan di malam itu, kereta saya ke Agra ternyata harus delay 2 jam. Wah makin lama aja nih "disiksa" stasiun kereta Charbagh Lucknow". Welcome to India.

- BERSAMBUNG-



Jumat, 24 November 2017

Skydiving di Queenstown (New Zealand)



Sudah lama saya kepingin mencoba skydiving. Tapi karena harganya yang mahal, mungkin saya hanya sanggup melakukannya sekali seumur hidup. Makanya lokasi skydive pertama harus yang indah indah dan patut dikenang, karena tidak tahu kapan lagi akan skydiving.

Setelah browsing sana sini, ketemulah Queenstown di New Zealand. Tempat ini langsung mencuri perhatian saya dengan pemandangannya yang aduhai. Langit biru, pegunungan bersalju, plus bonus Danau Wakatipu. Sekalipun saya bukan orang yang berani-berani amat, tapi kalau view skydiving-nya seindah ini, langsung hilang deh rasa takut dan nerveous-nya.

 

Sebetulnya ada banyak spot skydiving di New Zealand seperti di Wanaka, Auckland, Franz Josef, atau Rotorua. Cuman yang paling komersil dan terkenal ya di Queenstown. Saking komersilnya saya sampai bela-belain booking dari 2 minggu sebelumnya supaya dapat slot skyjump pukul 11 siang. Bisa saja sih datang “Go Show” tapi tidak jaminan bisa skyjump di hari yang sama dan di jam yang diinginkan. Sementara saya kan kepinginnya skydiving di siang hari supaya dapat pemandangan paling maksimal (karena cahayanya paling berlimpah).

Setelah jadwal skyjump ter-booking, akhirnya tiba juga hari yang dinanti-nanti. Hari dimana saya akan melakukan skydiving. Entah mengapa di hari itu saya malah jadi gugup dan senewen. Tapi the show must go on. Setelah melakukan registrasi di kantor pusat NZone Skydiving, saya dan lima orang lainnya dijemput dengan Van menuju bandara kecil di luar Queenstown. Disana sudah menunggu pesawat imut-imut yang akan membawa kami di ketinggian 15,000 kaki. Di dalamnya kami duduk berbaris sesuai urutan terjun. Dan sialnya saya malah dapat giliran terjun pertama. Waks.

Grogi sih sudah pasti. Tapi disuguhi pemandangan indah di kanan kiri selama penerbangan, pikiran saya justru malah jadi tenang dan relax. Apalagi ketika pintu pesawat dibuka dan saya bisa melihat hamparan pegunungan Remarkables berselimut salju serta Danau Wakatipu tanpa dinding pembatas. Masih tertegun dengan pemandangan indah Queenstown dari atas, tandem master saya tiba-tiba mencolek saya dan memberi aba-aba untuk bersiap meloncat. Jujur saya belum siap mental saat itu. Sambil takut-takut saya mengambil posisi untuk terjun. Dan dalam hitungan ketiga kami pun terjun bersama dari ketinggian 15,000 kaki dengan kecepatan lebih dari 200 km/jam.



Rasanya jantung seperti ketinggalan di atas pesawat. Dan saking cepatnya kami freefall (terjun bebas), saya sampai tidak bisa mendengar suara kencang teriakan saya di detik-detik awat. Barulah setelah parasut kecil pertama terbuka dan kami terjun melambat, saya mulai bisa mendengar suara saya serta berkomunikasi dengan tandem master. Pemandangan saat itu benar-benar sangat indah.

Saya tidak begitu ingat berapa lama saya berada di udara karena dilarang membawa jam tangan atau benda-benda yang mudah lepas saat skydiving. Tapi yang saya ingat, ini adalah salah satu moment paling berkesan dan tidak terlupakan dalam hidup saya. Kalau disuruh skydiving lagi tentu saya akan dengan senang hati melakukannya lagi dan lagi. Tapi kali kedua nanti saya mau terjun bebas sambil salto. Hehe.

Instagram : @williamkellye



Jumat, 27 Oktober 2017

Jalan - Jalan di Tuscany, Italia

Italy, where to start? Jujur saya agak dilema dalam memilih kota tujuan di Italia dalam rangkaian Euro Trip kali ini. Berbeda dengan Prancis yang beken dengan Paris atau Belanda dengan Amsterdam, Italia hadir dengan sederet kota populer mulai dari Milan, Venice, Florence, Roma, dan Napoli. Sialnya kota-kota tersebut lokasinya berjauhan jadi mustahil untuk dikunjungi semuanya dalam waktu cuman 5 hari. Akhirnya dengan berat hati saya harus memilih kota "best of the best" versi saya, yaitu Roma dan Florence/Firenze.

EURO TRIP 2016 - PART 1 : 15 HARI, 6 NEGARA
EURO TRIP 2016 - PART 2 : JALAN - JALAN DI KUALA LUMPUR DAN AMSTERDAM
EURO TRIP 2016 - PART 3 : JALAN - JALAN DI PARIS
EURO TRIP 2016 - PART 4 : JALAN - JALAN DI SANTORINI
EURO TRIP 2016 - PART 5 : JALAN - JALAN DI ATHENA
EURO TRIP 2016 - PART 6 : JALAN-JALAN DI FLORENCE, PISA, DAN CINQUE TERRE
EURO TRIP 2016 - PART 7 : JALAN-JALAN DI ROMA, ITALIA

TRANSPORTASI ATHENA KE ROMA


Yunani dan Italia sama-sama masuk ke dalam kawasan Eropa Selatan jadi jaraknya tidak terlalu jauh. Saya tidak memiliki prefensi harus naik maskapai tertentu dari Athena ke salah satu kota di Italia. Yang penting harganya paling murah dan dapatlah rute Athena ke Roma dengan Ryan Air seharga EUR 46. Sudah termasuk bagasi, pemilihan kursi, dan fasilitas prioritas boarding.

Lucunya saya agak telat saat tiba di Bandara Athena dan antrian reguler untuk drop baggage luar biasa panjangnya mengingat hanya 2 konter saja yang buka. Tapi berhubung saya sudah membeli adds on prioritas boarding maka saya bisa skip antrian dan langsung menuju konter khusus untuk drop baggage yang hanya 2 antrian. 

Pastikan saja kalau naik maskapai low cost begini sudah melakukan check in online dan mengeprint boarding pass sebelumnya. Karena kalau dilakukan on the spot di bandara bakal kena denda yang hampir seharga tiket baru. Saking parnonya saya sampai bela-belain nonton youtube tutorial cara naik Ryan Air dari online check in sampai boarding.

Pesawat Ryan Air ini so so lah. Typical budget yang serba minim fasilitas. Tapi demi tiket murah saya tidak banyak komplain. Yang penting on time dan sampai dengan selamat.

TRANSPORTASI ROMA KE FLORENCE


Tiba di Ciampino Airport (CIA) saya langsung membeli tiket Terravision Shuttle Bus seharga EUR 5 tujuan Terminal Termini. Darisana saya akan lanjut lagi naik kereta cepat Le Frecce High Speed Train seharga EUR 19 menuju Florence atau sering disebut juga Firenze. Kereta Le Frecce yang saya naiki dapat melaju hingga kecepatan 300 km/jam jadi boleh dibilang Le Frecce ini kereta Shinkansennya Italia. Roma ke Florence yang berjarak 273 km dapat ditempuh dengan 1.5 jam saja. 

Sebetulnya saya punya beberapa jam waktu transit di Terminal Termini karena mengambil kereta sore. Tapi karena membawa koper besar dan mager, saya putuskan untuk menghabiskan waktu di dalam Terminal Termini saja. Untungnya di dalam Terminal Termini ini juga ada shopping mall dengan sederet brand-brand terkenal. Jadi cukup banyak hal yang bisa dilakukan sembari menunggu jam keberangkatan kereta ke Florence.

AKOMODASI DI FLORENCE


Penginapan di area old town Florence mahal-mahal. Begitu pun yang selangkah dari Stasiun Firenze S.M. Novella. Setelah mengobrak-abrik Agoda, ketemulah penginapan dengan harga affordable di Soggiorno Karaba yang berjarak 10 menit jalan kaki dari Stasiun Firenze S.M. Novella. Penginapan ini berada di sebuah apartment tua lengkap dengan lift antiknya yang pintunya hanya berupa teralis. Selain lokasinya yang strategis, keuntungan lainnya karena berupa apartment maka sudah terdapat fasilitas dapur dan ruang keluarga meskipun sharing bathroom.

DAY 12
PISA


Bisa dibilang hari ini bakal menjadi hari paling padat dalam Euro Trip kali ini. Rencananya saya akan mengunjungi 3 kota dalam 1 hari, yaitu Pisa, Cinque Terre, dan Florence. Terdengar ambisius memang namun "do-able".

Perjalanan saya mulai dengan naik Kereta Regionale dari Firenze S. M. Novella ke Pisa (EUR 8.40/1.5 jam). Turun di Pisa Centrale, beli karcis bus di kios koran, lalu cuss naik bus 15 min ke Menara Pisa. Bisa juga sih jalan kaki kesana. Cuman biar cepat sampai dan hemat waktu, lebih baik naik bus. Pilih window seat biar bisa sekalian mengintip pemandangan kotanya.

Menara Pisa berada persis di belakang Katedral Pisa. Menara setinggi 55.86 m ini mulai dibangun tahun 1173 dan selesai tahun 1372. Karena struktur tanahnya yang lembut, Menara Pisa tidak bisa berdiri tegak dan berangsur-angsur condong kesamping. Kini kemiringannya sudah mencapai 4 derajat dan berbagai upaya perbaikan sudah dilakukan demi mengurangi derajat keparahannya.

MANAROLA


Pukul 12 siang saya melanjutkan perjalanan dari Pisa Centrale menuju Cinque Terre dengan Kereta Regionale (EUR 10.70/1 jam). Cinque berarti 5 sedangkan Terre berarti 5. Jadi Cinque Terre adalah 5 desa yang terdiri dari Riomaggiore, Manarola, Corniglia, Vernaza, dan Monterosso. Maunya sih berkunjung ke lima-limanya tapi karena terbatasnya waktu saya pilih yang menurut saya paling indah: Manarola dan Riomaggiore.

Manarola merupakan desa paling tua di Cinque Terre namun kedua paling kecil setelah Corniglia. Desa ini hanya dihuni oleh 353 jiwa tapi saat musim panas akan ramai dikunjungi para turis yang entah ingin bersantai di pantainya yang berbatu atau sekedar menikmati hari bersantai di resto/cafe dengan pemandangan rumah-rumah di Manarola yang berwarna pastel. Pastikan kalau berkunjung ke Manarola untuk mencoba gelato disana karena rasanya endolita.




RIOMAGGIORE


Puas menikmati Manarola, saya lanjut naik kereta 5 menit menuju Riomaggiore. Kalau Corniglia desa paling kecil di Cinque Terre maka Riomaggiore yang paling besar. Karenanya Riomaggiore sering disebut pusat dari Cinque Terre dan juga paling sering dijadikan gambar postcard.

Jalanan di Riomaggire berkontur menanjak dengan banyak gang-gang kecil mirip labirin. Tiap gang akan berakhir di suatu tempat dengan pemandangan bikin takjub. Pilihlah gang di ujung kiri karena dari sana akan bisa melihat view ikonik dari Riomaggiore. Jangan lupa beli calamari di kios Mamma Mia Take Away lalu cari spot pinggir laut buat nonton sunset. Ahh.. life is so good!

FLORENCE


Pukul 7 malam saya kembali ke Florence naik kereta Regionale (EUR 16.70/2.5 jam). Sampai di Firenze jam sekitar jam 9.30 malam. Apakah langsung balik ke hotel? Tentu saja tidak karena saya ingin lanjut jalan-jalan malam di daerah old town kota Florence. Memang sudah banyak toko yang terlihat tutup tapi masih tampak keramaian disana-sini.

 Florence merupakan ibu kota dari Tuscany Region dan juga menjadi kota kelahiran "Renaissance", periode transisi dari middle ages/medieval period ke jaman modern sekitar abad ke 14-116.  Michelangelo dan Leonardo da Vinci adalah 2 tokoh paling terkenal dari masa Renaissance yang sama-sama berasal dari Florence. Jika berjalan-jalan di area old town kota Florence maka akan banyak berjumpa karya seni patung dan arsitektur bangunan yang seakan-akan membawa kita kembali ke abad pertengahan. 



Instagram : @williamkellye
https://www.instagram.com/williamkellye/

#Europe #Travel #Backpacking #Explore #Wanderlust #Destination #Williamkellye #Paris #Amsterdam #Santorini #Rome #Athens

- TO BE CONTINUED -





Sabtu, 14 Oktober 2017

JALAN - JALAN DI LAOS (SAIBAIDEE LAOS)

Laos memang bukan negara favorit buat kebanyakan orang Indonesia. Kalau bukan karena terinspirasi dari postingan Samantha Siahaan ( http://samanthasiahaan.com/luang-prabang/ ) pas jalan-jalan di Laos, mungkin saya tidak akan pernah main kesana.

Laos sendiri merupakan land locked country, artinya negara ini keempat sisinya diapit oleh negara lain dan tidak memiliki akses ke laut. Sebelah timurnya berbatasan dengan Vietnam, barat dengan Myanmar, utara dengan China, dan selatannya berbatasan dengan Thailand dan Kamboja. Waktu berkunjung terbaik ke Laos saat dry season, yaitu dari November hingga April. Hindari bepergian di saat monsoon season dari May hingga October karena bakal sering hujan.


ITINERARY DI LAOS


Biasanya orang-orang yang berkunjung ke Laos mengunjungi rute wajib Vientiane - Vang Vieng - Luang Prabang. Namun karena saya hanya punya waktu liburan 5 hari saja (termasuk perjalanan Jakarta ke Laos) dengan berat hati saya harus mencoret Vang Vieng karena keterbatasan waktu.

Sebetulnya bisa saja sih kalau harus maksa ke Vang Vieng. Tapi konsekuensinya bakal punya waktu super terbatas di tiap-tiap kotanya. 1 hari di Vientiane, 1 hari di Vang Vieng, 1 hari di Luang Prabang. Mana bisa enjoy kan kalau itinerary-nya kejar tayang begini. Dipikir-pikir ini kan liburan, bukan kompetisi.  Jadi harus enjoy to the max. Akhirnya saya harus rela mencoret Vang Vieng agar bisa lebih lama di Luang Prabang yang pada akhirnya menjadi  highlight di Laos Trip kali ini.

Day 1 : Perjalanan Jakarta - Kuala Lumpur
Day 2 : Perjalanan Kuala Lumpur - Vientiane. Lanjut bus malam Vientiane ke Luang Prabang
Day 3 : One day trip mengunjungi Kuang Si Waterfall
Day 4 : One day trip di Luang Prabang. Lanjut bus malam Luang Prabang ke Vientiane.
Day 5 : Perjalanan pulang dari Vientiane ke Jakarta (via Kuala Lumpur).


PESAWAT JAKARTA KE LAOS


Tiket pesawat dibeli jauh-jauh hari saat ada promo free seat airasia. Saya dapat tiket Jakarta - Kuala Lumpur (PP) seharga IDR 325,000 dan tiket Kuala Lumpur - Vientiane (PP) seharga IDR 1,000,000. Total tiket ke Laos IDR 1,325,000 untuk 4 penerbangan. Good deal banget sih ini. Mengingat tiket pesawat merupakan komponen terbesar dalam travelling, jadi jika tiket pesawat bisa ditekan sekecil mungkin, biaya yang dikeluarkan bisa turun secara signifikan.


AKOMODASI DI LAOS


Saya hanya memesan akomodasi 2 hari di Luang Prabang. Selebihnya saya menginap di bandara KLIA-2 di hari pertama dan menginap di sleeper bus di hari ke dua dan terakhir.

Di Luang Prabang sendiri, saya menginap di Downtown Hostel Luang Prabang dengan harga IDR 80,000 per malam. Lokasinya cukup strategis karena dekat dengan Luang Prabang Post Office yang menjadi landmark. Lucunya, di hostel tersebut saya berkenalan dengan 2 ibu-ibu backpacker asal Yogyakarta. Seumur-umur menginap di hostel murah, baru kali ini saya ketemu backpacker asal Indonesia.


DAY 2
VIENTIANE


Vientiane menjadi gerbang masuk saya ke Laos. Banyak yang mengira Vientiane ini ibukota dari Vietnam karena sama-sama diawali huruf V. Tapi yang benar, Vientiane ini ibu kota dari negara Laos.

Banyak traveller yang malas berkunjung ke Vientiane. Katanya kotanya "boring". Kalau bukan karena urusan visa/bisnis, mereka tidak akan datang kesana. Tapi buat saya Vientiane ini kotanya cukup menarik untuk dijelajahi.

Memang Vientiane ini kotanya tidak terkesan modern. Jarang ada gedung-gedung tinggi dan shopping mall-nya hanya 1. Jalanan utamanya berdebu, bolong-bolong, dan selalu tergenang setiap hujan turun. Tulisan Laos juga jelimet karena tidak pakai alfabet, bahasanya ribet, dan susah sekali ketemu orang yang bisa bahasa inggris.

Namun ketika saya mengelilingi Vientiane naik tuk-tuk, saya malah tersenyum melihat kehidupan sehari-hari orang lokalnya. Mereka tampak damai dan enjoy their life. Tidak ada kemacetan berarti, tidak ada suara bising klakson, dan tidak ada ketergesa-gesaan layaknya kehidupan di kota besar. Suasana begini justru membuat saya lebih enjoy dalam menikmati tiap sudut kota Vientiane.



VIENTINAE CITY TOUR


Selama sehari berada di Vientiane, 3 tempat berikut berhasil saya kunjungi dan boleh dibilang, tidak sah ke Vientiane kalau belum berkunjung ke 3 termpat tersebut.

  • Wat Si Saket
  • That Luang
  • Patuxai


WAT SI SAKET


Kuil Buddha yang dibangun tahun 1818 atas perintah Raja Anouvong dengan arsitektur bergaya Siamese.



PHA THAT LUANG


Pha That Luang merupakan stupa Buddha bewarna emas yang menjadi simbol dari negara Laos. Mulanya dibangun pada abad ke 1 sebagai kuil Hindu namun seiring berjalannya waktu fungsinya beralih menjadi kuil Budha dan berkali-kali mengalami rekonstruksi hingga jadi yang sekarang.




PATUXAI


Monumen perang  yang dibangun tahun 1957-1968 dan didedikasikan untuk mengenang para prajurit yang tewas akibat perang kemerdekaan dari jajahan Prancis. Patuxai ini sekilas mirip Arc de Triomphe di Paris namun jika dilihat lebih seksama, bangunan ini banyak menggunakan desain dan dekorasi lokal.





SLEEPER BUS VIENTIANE KE LUANG PRABANG


Demi menghemat waktu dan uang, saya naik sleeper bus dari Vientiane ke Luang Prabang. Ada 3 tipe bus yang bisa dipilih :

  • Ekonomi : LAK 110,000
  • VIP : LAK 130,000
  • Sleeping : LAK 150,000

Lama perjalanan sekitar 10 jam. Busnya bersih dan nyaman. Good option karena saya bisa hemat ongkos akomodasi 1 malam.



DAY 3
LUANG PRABANG


Saya tiba di terminal bus Luang Prabang pukul 6 pagi. Langsung cari tuk-tuk menuju hostel. Karena masih pagi, saya belum bisa check in jadi hanya bisa menitipkan tas. Kemudian saya mencari rental motor (harganya LAK 120,000) agar bisa leluasa menjelajahi Luang Prabang.

Agenda yang pertama sudah pasti mengunjungi Kuang Si Waterfall, air terjun paling terkenal seantero Laos raya. Lokasinya berada 30 km dari Luang Prabang atau bisa dicapai 1 jam naik motor. Petunjuk jalannya banyak dan jelas. Jadi tidak bakalan nyasar sekalipun tidak pakai google map.

Selain pergi secara mandiri, kita bisa juga ikutan share cost tuk-tuk menuju Kuang Si Waterfall dengan hanya membayar LAK 35,000. Tapi karena saya ingin lebih lama di Kuang Si tanpa dijatah waktu, saya pilih merental motor. Itung-itung biar bisa leluasa menjelajahi downtown Luang Prabang yang masuk ke dalam list Unesco Heritage Site.


KUANG SI WATERFALL


Kuang Si Waterfall ini fix menjadi highlight dalam trip ke Laos kali ini sekaligus temat paling favorit dan air terjun paling indah yang pernah saya kunjungi. Bentuknya berundak-undak seperti air terjun Mata Jitu di Pulau Moyo. Hanya saja, Kuang Si ini ukurannya jauh lebih besar dan memiliki lebih banyak kolam. Beruntung saya tiba di awal musim kering, jadi pas lagi bagus-bagusnya. Warna airnya hijau zamrud, tidak coklat, dan debit airnya tetap deras mengalir.

Karena masih pagi, masih belum banyak pengunjung di Kuang Si. Jadi serasa air terjun milik pribadi. Menjelang makan siang, barulah mulai ramai. Tapi jangan khawatir, ada banyak kolam yang bisa dipilih. Tinggal cari yang paling sepi.

Selain terkenal akan keindahan air terjunnya, Kuang Si juga terkenal sebagai tempat rehabilitasi dan penangkaran beruang madu. Di Laos sendiri, beruang madu banyak diburu lalu dipelihara untuk diambil cairan empedunya yang konon berkhasiat menyembuhkan beragam penyakit. Sehingga dibangunlah suaka ini untuk melestarikan populasi beruang madu.





DOWNTOWN LUANG PRABANG


Setelah puas bermain air di Kuang Si selama setengah hari, berikutnya saya berkeliling naik motor di downtown Luang Prabang sembari menikmati keindahan kotanya. Luang Prabang ini masuk ke dalam list UNESCO World Heritage Site karena budaya, arsitektur, dan sejarahnya. Pusatnya ada di downtown Luang Prabang yang di sepanjang jalannya terdapat deretan bangunan-bangunan tradisional khas Laos dengan pintunya yang ikonik. Rata-rata difungsikan sebagai resto, café, hotel, villa, atau toko souvenir. Semua dalam kondisi terawat. Dan di Luang Prabang, tidak ada bangunan tinggi sama sekali sehingga cita rasa lokalnya kental terasa.



MOUNT PHO SI


Sore harinya saya menonton sunset dari puncak Mount Pho Si atau dalam bahasa lokal artinya gunung keramat. Gerbang masuknya persis ada di depan Royal Palace Museum. Sebelum naik siapkan mental dulu karena bakal harus mendaki 300 anak tangga. Tapi tiba di view point tertinggi, kita akan disuguhi pemandangan keren di kanan kirinya. Deretan bukit-bukit karst dengan Sungai Mekong dibawahnya.



LUANG PRABANG NIGHT MARKET


Beres sunset, jalanan utama di Luang Prabang disulap menjadi pasar malam dengan aneka barang dagangan. Rasanya mau cari apa saja ada disana. Mulai dari street food, fashion, souvenir, aksesoris, hingga pernak pernik lucu. Siapkan saja Kip yang banyak. Kalau pun kehabisan, tenang saja. Disana ada money changer dengan rate tukar lumayan.


DAY 4
ALMS GIVING CEREMONY


Keesokan harinya, pukul 5 pagi saya sudah bersiap untuk menyaksikan ritual Alms Giving Ceremony. Ritual dimana penduduk setempat memberikan sebagian makanannya bagi para Biksu. Sebagai gantinya para Biksu pun akan mendoakan mereka.

Ritual ini hanya berlangsung dipagi hari saja hingga pukul 7 pagi dan berpusat di daerah Post Office Downtown Luang Prabang. Etikanya kalau mau ikutan menyaksikan Alms Giving Ceremony, selalu jaga jarak dan jangan memfoto para biksu dari dekat.



LUANG PRABANG TEMPLE HOPPING


Setelah mengikuti Alms Giving Ceremony, saya lanjut sarapan kemudian bersiap-siap menyewa sepeda ontel seharga LAK 20,000/hari, untuk temple hopping di Luang Prabang. Ada begitu banyak temple yang bisa dipilih mulai dari Wat Xieng Thong, kuil Budha bewarna kuning keemasan yang dibangun tahun 1560, lalu Wat Sen/Wat Sene yang menjadi temple favorit saya, Wat Sibounheuang, dan Wat May Souvannapoumaram yang merupakan temple terbesar di Luang Prabang.

Keasikan keliling temple di Luang Prabang saya jadi lupa waktu. Tiba-tiba saja hari sudah gelap dan saatnya untuk pergi ke Terminal Bus Luang Prabang untuk mengejar sleeper bus kembali ke Vientiane. Kemudian dilanjutkan penerbangan pagi ke Jakarta dan berakhir pula perjalanan singkat saya di Laos.

Khop Chai Laos. See you again.








JALAN - JALAN DI SEOUL KOREA - PART 1

Kalau ditanya pilih Jepang atau Korea, saya pilih Jepang. Tapi kalau ditanya pilih Tokyo atau Seoul, jelas saya pilih Seoul! Saya bukan...