Kamis, 12 Mei 2016

Jalan - Jalan di Denver, Colorado

Di banyak kota besar dunia, kegiatan “city free walking tour” lumrah dilakukan, seperti di kota Athena, Napoli, Dublin, dan tidak terkecuali di Denver, Colorado. Kebetulan sedang transit 2 hari di Denver, kenapa tidak sekalian buat ikutan Denver Free Walking Tour-nya. 

Kegiatan ini rutin diadakan setiap hari, berangkat pukul 10 dari Colorado Capitol State Building dan berakhir di Coors Field Stadium sekitar pukul 12, menempuh jarak sejauh 1.8 miles. Waktu itu pesertanya lumayan banyak, total ada 18 orang dan sebagian besar turis lokal dari Texas. Tapi ada juga beberapa peserta asli Denver yang ikutan hanya karena kepingin mengenal Denver lebih dekat lagi.

JALAN-JALAN DI SAN FRANCISCO
JALAN-JALAN DI NEW YORK
JALAN-JALAN DI LOS ANGELES

Colorado Capitol State Building

Tour guide kami saat itu seorang wanita tua bernama Sherry, tetapi sangat bersemangat dalam menceritakan seluk beluk kota Denver, juga sejarah kota serta gossip seputar bangunan yang kami lewati. Ada cerita mengenai City and County Building Denver yang pembangunannya berlarut-larut akibat kekurangan dana, Market Street yang dulunya Red Light District, alasan pitcher baseball malas bermain di Denver karena udaranya tipis, gossip mengenai patung beruang biru di Denver Convention Center, dan masih banyak lagi. Tak salah jika Tripadvisor menobatkan kegiatan ini sebagai "the must do activity while in Denver" karena memang bagus-bagus amat.

City and County Building Denver

Denver Convention Center

Larimer Square

Union Station

Coors Field Stadium

Selain ikutan Denver Free Walking Tour, aktivitas menarik lainnya itu ikutan one day tour ke Rocky Mountain National Park. Sebetulnya cara paling enak kesana adalah dengan menyetir mobil sendiri, lalu dilanjut camping di alam terbuka. Cuman karena saya tidak punya SIM Internasional jadi pilihannya ikutan tur.

Turnya sendiri sudah didesain agar kita tidak perlu bersusah payah menikmati keindahan pegunungan Rocky Mountain. Selama tur berlangsung, kita diajak melewati beberapa resort ski terkenal, makan siang di kota cantik tepi danau Grand Lake City, melihat aneka satwa liar, dan puncaknya hiking  di Trail Ridge Road yang berada di ketinggian 12,183 ft (3,713 mdpl) atau lebih dari dua kali ketinggian kota Denver yang 1 mile atau 5,280 ft di atas permukaan laut. Bandung saja cuman 2,520 ft-dpl. lol.

Rocky Mountain National Park

Rocky Mountain National Park

Rocky Mountain National Park

Trail Ridge Road

Trail Ridge Road


@williamkellye

Selasa, 10 Mei 2016

JALAN-JALAN DI JEPANG - PART 5 : NARA

Kalau kebetulan sedang berada di Osaka, sayang kalau tidak sekalian mampir ke Nara. Terletak 40 km sebelah timur Osaka, Nara dulunya merupakan ibu kota Jepang yang pertama sebelum Tokyo dan Kyoto. Tak heran jika terdapat 8 UNESCO World Heritage Site berdiri megah disana, nomor 2 paling banyak setelah Kyoto.

JALAN-JALAN DI JEPANG - PART 1 : ITINERARY
JALAN-JALAN DI JEPANG - PART 2 : TOKYO
JALAN-JALAN DI JEPANG - PART 3 : TOKYO
JALAN - JALAN DI JEPANG - PART 4 : KYOTO
JALAN-JALAN DI JEPANG - PART 5 : NARA
JALAN-JALAN DI JEPANG - PART 6 : OSAKA




DAY 7
KYOTO - OSAKA - NARA


Setelah paginya kami naik kereta Sinkansen dari Kyoto ke Osaka, kami lalu menuju hostel untuk check in dan menyimpan koper. Hari itu rencananya kami akan one day trip ke Nara.

Akses menuju Nara terbilang mudah. Dari stasiun Subway Tsuruhashi (Sennichimae Line), Osaka, tinggal naik Kintetsu Nara Line tujuan JR Nara Station setelah membayar JPY 490. Lama perjalanannya kira-kira sekitar 40 menit.




KOHFUKUJI TEMPLE


Begitu tiba di Nara, suasana Jepang tempo dulu langsung kental terasa. Dan hanya dengan berjalan kaki 10 menit dari stasiun, kita sudah tiba di Kohfukuji Temple, salah satu dari 8 UNESCO World Heritage Site yang ada di Nara. Dibangun pada Abad ke 7, Kohfukuji Temple pernah terbakar sampai 5 kali sebelum akhirnya di rekonstruksi ulang pada tahun 1426 menjadi bangunan sekarang. Pagoda 5 lantai yang berada dalam kompleks kuil selain menjadi bangunan pagoda nomor 2 tertinggi di Jepang, juga merupakan ikon dari Nara.



TODAIJI TEMPLE


Dari Kohfukuji Temple, tempat lain yang mesti dikunjungi adalah Todaiji Temple. Untuk kesananya tinggal berjalan kaki saja sambil melewati Nara Park yang dihuni ribuan rusa. Konon katanya rusa di Nara bisa “membungkuk” demi mendapat biskuit rusa (Shika Senbei) dari para turis. Oleh masyarakat setempat, rusa disana dipercaya sebagai “Messenger of God” sehingga keberadaannya dikramatkan.

Setelah melewati Nara Park, barulah sampai di Todaiji Temple. Todaiji Temple sendiri merupakan salah satu bangunan paling terkenal di Jepang yang kepopulerannya bisa disandingkan dengan Gunung Fuji di Tokyo atau Kiyomizudera Temple di Kyoto. Dibangun pada Abad ke 8, bangunan ini juga sempat 2x terbakar lalu dibangun ulang 2/3 dari ukuran aslinya. Meski demikian, Todaiji Temple tetap menjadi bangunan berstruktur kayu terbesar di dunia. Bagian favorit saya dari kompleks kuil adalah Daibutsuden, sebuah ruangan dengan Patung Buddha perunggu setinggi 15 meter, juga merupakan patung perunggu terbesar di dunia.





Sayangnya saya hanya setengah hari saja berada di Nara jadi hanya bisa mengunjungi 2 dari 8 UNESCO World Heritage Site disana. Tetapi itu cukup untuk memberi gambaran menyeluruh serta memberi kesan mendalam mengenai Nara, salah satu kota paling favorit saya di Jepang.

- BERSAMBUNG -


Instagram : @williamkellye
https://www.instagram.com/williamkellye/

#Travel #Backpacking #Explore #Wanderlust #Destination #Williamkellye #Jepang #Japan #Tokyo #Kyoto #Osaka #Nara

Senin, 09 Mei 2016

Jalan - Jalan di Gili Trawangan, Lombok

Sebetulnya saya tidak sengaja berkunjung ke Gili Trawangan. Karena sailing komodo (via Bangsal) yang saya ikuti baru berangkat beberapa hari kemudian, kenapa tidak untuk melipir kesana 2-3 hari.


Dari Bali saya naik fast boat rute Padang Bai-Gili Trawangan selama hampir 2 jam lamanya. Kalau naik kapal ferry, bisa lebih dari 5 jam untuk sampai ke Pelabuhan Lembar. Itupun masih harus disambung naik angkot menuju Pelabuhan Bangsal sebelum menyebrang naik kapal kayu ke Gili T. Meski tarif reguler fast boat lebih mahal, tapi dengan memakai tiket promo dari Groupon harganya jadi tidak berbeda jauh. Dan terhindarlah saya dari "tersiksa" selama 5 jam di atas kapal.


Setiap hari di Gili T. kerjaan saya hanya leyeh-leyeh di pinggir pantai. Malamnya mencoba kuliner lokal di alun-alun kota lalu dilanjut bar hopping. Benar-benar tempat paling pas untuk melakukan ritual sedikit dugem, sedikit dijemur. Pantas jika Gili T. dijuluki Ibiza-nya Indonesia.





Selama di Gili T., saya sempat ikutan island hopping ke 3 gili, Gili T., Gili Air, dan Gili Meno. Tur dimulai pukul 10 dan berakhir sekitar pukul 4 sore. Harganya 120rb, sudah termasuk jasa tour guide, sewa kapal, sewa alat snorkeling, makan siang, dan mengunjungi 3 spot snorkeling.




Kalau snorkeling di Gili T., besar kemungkinan kita ketemu penyu. Tempat favorit saya ada di Turtle Point, di bagian utara Gili T. Saat terbaik kesana adalah ketika matahari tenggelam, saat temperatur air tidak terlalu panas, barulah banyak penyu bermunculan dekat bibir pantai. Pernah saya sampai ketemu 5 penyu sekaligus dalam sekali snorkeling.





Aktifitas lain yang bisa dilakukan adalah keliling pulau naik sepeda. Kios rental sepeda banyak tersebar dengan tarif sewa 35-50rb perhari. Saya paling suka gowes ke bagian barat pulau untuk mengejar sunsetDengan berlatar Gunung Agung di Pulau Bali, sunset Gili T. adalah salah satu yang terindah.


Gili T. memang semakin ramai setiap tahunnya. Modernisasi sudah tampak disana-sini, bahkan kini sudah ada ATM, Wifi, mini market, dan listrik 24 jam. Untungnya peraturan yang melarang adanya kendaraan bermotor masih tetap berlaku, membuat udara di Gili T. segar sepanjang hari. Semoga kelestarian alam disana tetap terjaga hingga kelak nanti.


@williamkellye

Kamis, 05 Mei 2016

Jalan - Jalan di Pulau Moyo, Sumbawa

Semenjak membaca artikel seorang travel blogger kondang ibu kota mengenai Pulau Moyo, saya langsung kepingin untuk mencoba trekking di hutan perawannya serta berenang di air terjunnya yang tersohor. Beruntung sahabat jalan saya juga sepakat kalau Pulau Moyo memang bagus-bagus amat, maka berangkatlah segera kami kesana.

Ada banyak jalan menuju Roma, ada banyak jalan pula menuju Pulau Moyo. Cara termudah adalah dengan naik pesawat kecil dari Lombok menuju Sumbawa Besar, lalu dilanjut naik kapal rakyat ke Pulau Moyo. Bisa juga naik bus dari Lombok ke Pelabuhan Kayangan, kemudian menyebrang menggunakan ferry menuju Pelabuhan Pototano dan dilanjut menuju Sumbawa Besar untuk mengejar kapal tujuan Pulau Moyo.

Sementara saya lebih memilih untuk ikutan sailing komodo trip selama 4 hari 3 malam, berangkat dari Pelabuhan Bangsal, Lombok, dan berakhir di Labuan Bajo, Flores, yang dalam jadwalnya sudah termasuk kunjungan ke Pulau Moyo. Menurut saya cara ini paling efisien mengingat kita tidak perlu repot-repot berganti alat transportasi dan juga tidak perlu pusing mengurus akomodasi karena selama berlayar akan tinggal di atas kapal.

Setelah semalam suntuk berlayar, tibalah kami di daratan Pulau Moyo. Terletak di utara Pulau Sumbawa, Pulau Moyo menawarkan suasana tenang dan tentram. Bentang alamnya masih belum terjamah, masih sangat alami, dengan sebuah air terjun cantik yang konon merupakan alasan utama para selebritas dunia datang ke Indonesia, sebut saja Lady Diana, Mick Jagger, Maria Sharapova, dan David Beckham.


Oleh warga setempat, air terjun tersebut diberi nama Air Terjun Mata Jitu yang berarti air yang tepat jatuh ke bawah kolam. Bentuknya berundak - undak, dengan beberapa laguna kecil di tiap tingkatan sehingga airnya jatuh ke tiap laguna sebelum berakhir di kolam yang paling besar. Di bagian puncak air terjun, terdapat seutas tali untuk bermain ayunan bak seorang Tarzan dengan sebuah kolam cukup dalam di bagian bawahnya.


Sudah jauh-jauh datang ke Pulau Moyo, sayang rasanya kalau tidak sekalian mampir ke Pulau Satonda yang jaraknya hanya sepelemparan batu. Untungnya Pulau Satonda juga masuk dalam jadwal acara sailing komodo trip kami, jadi tidak perlu ribet memikirkan transportasi kesana.

Tidak sampai 2 jam, kapal kami sudah tiba di Pulau Satonda. Hamparan terumbu karang terlihat jelas dari atas kapal saking beningnya perairan disana. Kami pun tidak sabar untuk segera menjajal keindahan bawah laut Pulau Satonda yang disebut-sebut sebagai World Class Snorkeling Spot. Dan ternyata memang benar, terumbu karangnya sangat cantik dan ramai melambai. Ikannya juga banyak dan ramai seperti di pasar, membuat kami berulang kali berdecak kagum.





Tidak jauh dari bibir pantai Pulau Satonda, terdapat sebuah danau air asin yang konon memiliki kadar salinitas lebih tinggi dari air laut pada umumnya. Sehingga tanpa berenang pun sudah bisa mengambang dan tidak tenggelam. Kami lalu iseng mencicipi rasa air danaunya dan ternyata memang benar sangat asin. Menurut para peneliti, sebetulnya danau di Pulau Satonda dulunya berair tawar seperti danau kebanyakan. Namun letusan maha dahsyat Gunung Tambora pada tahun 1815 menyebabkan tsunami besar dan mengubahnya menjadi danau air asin seperti sekarang.




Dan salah satu cara untuk mendapatkan pemandangan terbaik Pulau Satonda adalah dengan mengikuti jalan setapak menuju puncak bukit tertinggi. Dari atas sana, pemandangan spektakuler danau dapat terlihat jelas, begitu juga warna biru Laut Sumbawa yang menawan.


Instagram : @williamkellye

Sailing Komodo Trip 2016

Written in English and Bahasa

If someone ask me where is my favorite destination in Indonesia, I would simply say Komodo National Park. Why? Because this place has everything, from white pristine beaches, exotic hills, to the breathtaking view of the underwater beauty. Not to mention the Komodo itself, the last dragon on earth. No wonder this National Park was chosen as one of the New Seven Wonders of Nature on 2007.

Welcome to Komodo National Park Indonesia
They say there are million roads lead to Rome, so does to Komodo National Park. You can sail from Labuan Bajo or you can simply depart from Bangsal (Lombok) to Labuan Bajo (Flores) and arrive few days later like what I did on last March 2016.

I chose Lombok-Labuan Bajo route for couple reasons. First I live in Jakarta, and there is no direct flight to Labuan Bajo from Jakarta (should transit in Bali). So in my opinion, taking flight Jakarta-Lombok and Labuan Bajo-Bali-Jakarta will be way cheaper rather than taking Jakarta-Bali-Labuan Bajo and vice versa. Besides, I can do short visit to Lombok, Gili Trawangan, and Bali. Nevertheless, as we sail through Sumbawa, we will visit Moyo Island and Satonda Island which mostly aren't covered by Sailing Komodo Trip depart/return from/to Labuan Bajo.

So after booking the sailing trip in advanced, I went to Bangsal Harbour, Lombok on early March 2016 to start this sailing komodo trip. I wasn't alone, in fact there were 22 other participants. Mostly were "hardcore travelers" as they had been months away from their homeland, traveling to see the world, and by coincidence they were in Indonesia. Some from Europe, some from States, and some other from Latin America. If before I knew their existence through Indonesian travel writer’s book and blog (especially Trinity the Naked Traveler), now I had chances to meet them in person and simply got inspired. After all, they were super fun and friendly, making this Sailing Komodo Trip more excited than I expected.

Our lovely boat, Rainbow Bintang
Moyo Island was our first stop. When our boat approaching Moyo Island, I was kind of surprise that our boat stopped 500 meters away from the shoreline instead at the pier. Liked it or not, we had to swim by ourself to reach the island this very early morning.

To be honest, I was pretty confidence with my swimming skill as I did a lot of snorkeling and hey, I was a diver as well. But swimming on the ocean with nothing attached: without fins, masker, and life jacket, well it was 10 times harder. Believe me. I struggled a lot and spent at least 10 minutes to arrive safely on the island.

Once I set my foot on Moyo Island, I could suddenly feel the relaxing and quiet ambience. This island was a perfect example of typical "hidden paradise". Very tranquil and very peacefull.

Not far from its white pristine beach, laid the stunning Mata Jitu Waterfall. By the locals, “Mata Jitu” is define as springs that fall right on the pond below. Just from distance, you can hear the sound of splashing water breaks the silence of wilderness. For sure this is one of the prettiest waterfall anywhere found in Indonesia. I wasn't surprised if this waterfall was the reason why Lady Diana, David Beckham, Mick Jagger, and Maria Sharapova went to Indonesia.

Mata Jitu Waterfall
Since we had arrived in Moyo Island, it’s such a waste if we didn’t visit Satonda Island. Luckily this island had been covered in our itinerary so we didn’t have to worry about the transportation to go there. This was just another reason why I love this Sailing Komodo Trip, I didn’t have to worry for anything as the accommodation, meals, itinerary, and transportation had been well arranged. I just had to come and simply enjoyed day after day.

Situated 2 hours away from Moyo Island, Satonda Island was another exotic island surrounded with colorful corals right nearby its white sand beach. Under 10 minutes walking from the pier, laid the Satonda Lake, a lake that had salinity more than salinity of the ocean.

By the scientist, it was believed that the Satonda Lake was covered with fresh water before, like any other lake on earth. But the eruption of Mount Tambora on 1815 created big Tsunami towards the island hence replaced the fresh water with salt water. If you are on the island and want to get the best view of the lake, there is a walking trail to the top of the hill where you can enjoy the view to the fullest.

Satonda Lake

On the next day, we arrived in Gili Laba after sailing 16 hours nonstop from Satonda Island. I thought I would be pissed after sailing for that such long period of time, but actually I really enjoyed it. Maybe because the friends along this Sailing Komodo Trip were super fun and diverse, so I didn’t get bored at all.

Trekking in Gili Laba was not that hard. Yes, there were some steep and slippery roads but it was still manageable. By less than 1 hour, we arrived on top of Gili Laba. The view was just breathtaking, making me hard to breath as the view was so beautiful. The green hills somehow marry perfectly with the turquoise of shallow water and the dark blue of deep ocean. Even though we went there in the middle of wet season, we were so lucky as the sun shone all day long.

On top of Gili Laba
Next, we went to Manta Point. We could barely spot manta swimming freely and gracefully from our boat. But snorkeling with them was worth a try, that's why we quickly grabbed our snorkeling gear and a minute later, we found ourself surrounded with not only one-two mantas, but thirteen mantas including some black tip sharks and schooling of sardines. And what made it more perfect, the current wasn't that strong. From what I heard, manta usually spotted in strong current areas as it liked to swim counter-current so it was a lovely surprise that we didn't have to deal with such condition.

Spotted, Manta swam at 7 meters deep ocean
After swimming with manta, we continued sailing to Pink Beach Komodo. Some people claimed snorkeling spot in Pink Beach Komodo is one of Indonesia's very best. Well, it wasn’t exaggeration though as I would say it was not only Indonesia's best snorkeling spot, it was a world class snorkeling spot indeed.

Covered mostly with red-coloured hard corals and soft corals, this was where the famous pink beach get its pinkish colour. Don't ask me about the fish there because they were "crazy", swimming and running in every direction, making me want to stay there forever. And the Pink Beach itself, oh, maybe this was the prettiest beach I had ever seen, with soft-pink-coloured sand beach and clear-turquoise waters. You are one step closer to heaven when you are on the beach, especially in Pink Beach Komodo.

Healthy corals on Pink Beach Komodo
Pink Beach Komodo, the prettiest beach I had ever seen
When I woke up on the fourth day, our boat had arrived in Komodo Island. Yeay, it was the day that we had been waited for so long. Finally we could see komodo the dragon on their natural habitat.

Without wasting anymore time we quickly went to the information center, made short briefing about the rules on park and what should do and don’t. Then we were offered 3 options of walking trail: short trail, medium trail, and long trail. Of course we chose the medium trail without hesitation as the short trail was too short so we had small chance to see komodo, while the long trail was too far and too long.

Less than 30 minutes walking, we could spot some komodo rested under the trees. The more we entered the forest, the more and more komodo seen. Sadly we didn’t meet the young komodo who spent their youth on the trees because it was afraid to be eaten by adult komodo.

Komodo is a cannibal animal, but normally it hunts deer and buffalo which can be found anywhere on the island. On its mouth, there are more than 50 deadly bacteria. One bite can lead a fatal result. After the bite, komodo just have to wait until its prey dying slowly because of the venom and the deadly bacteria.

During briefing on Komodo Island
Mokodo? No, it's Komodo
After Komodo Island, we continued sailing to our last destination, Gili Padar. Situated between Komodo Island and Rinca Island, Gili Padar wasn’t inhabited by Komodo at all so it was safe.

Gili Padar was just another masterpiece. The landscape was so iconic yet very instagramable. Trekking on Gili Padar was way easier than in Gili Laba. Just under 30 minutes walking, we could finally arrive on top of Gili Padar. The view from up there was very beautiful so that I barely had jaw opening moments couple of time. It was truly a heaven on earth.

The spectacular view of Gili Padar
After visiting Gili Padar, our boat sailed to the final stop: Labuan Bajo. Then it was the time for me to say goodbye to this wonderful sailing komodo trip. Although it was short trip (only 4 days and 3 nights), but this journey kept remind me again how beautiful Indonesia is. For sure I needed days to move on from this piece of heaven. If there is another opportunity, I would be more than happy to come back again, visiting other islands on Komodo National Park such as Rinca Island, Kelor Island, and Kanawa Island which weren't yet expored.

Thank you Flores, Thank you Komodo National Park.
You are wonderful.
Till we meet again.


Instagram : @williamkellye

JALAN - JALAN DI SEOUL KOREA - PART 1

Kalau ditanya pilih Jepang atau Korea, saya pilih Jepang. Tapi kalau ditanya pilih Tokyo atau Seoul, jelas saya pilih Seoul! Saya bukan...